Salin Buku

Babad Cirebon-Pendahuluan: Naskah-Naskah di Museum Pusat

Tulisan ini adalah hasil tulis ulang buku “Babad Cirebon” yang berasal dari naskah milik Bapak Tarjadi Tjokrodipuro. Pendahuluan, alih aksara, dan ringkasa dilakukan oleh S. Z. Hadisutjipto. Buku ini merupakan hasil proyek penerbitan bacaan dan sastra Indonesia dan daerah yang dilakukan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1979.

__________________________________________________________________

Pendapat kalangan ilmiawan, khususnya para sejarawan tentang nilai pustaka babad sebagai salah satu sumber sejarah belum padu. Dan mungkin selamanya tidak akan pernah padu. Satu pihak menyatakan: babad itu sama dengan dongen. Diingat pun tidak perlu dalam penelitian sejarah. Di pihak lain terdengar suara kekaguman: Babad merupakan sumber penting untuk menimba data sejarah. Pustaka babad cukup cermat lagi amat terperinci dalam melukiskan peristiwa. Sedangkan yang netral dengan tenang menyatakan: asal arif memilih, menyaring “dichtung und warhreheit” dengan kacamata yang adil, manfaat pustaka babad akan terlihat. Koleksi pustaka babad Cirebon kiranya dapat dijadikan salah satu bukti benarnya pendapat terakhir. Tetapi yang terpenting ialah dua buah naskah yang belum menjadi koleksi Museum Pusat, dan baru ditemukan di Indramayu sekitar tahun 1972.

Koleksi naskah babad Cirebon yang tersimpan di Museum Pusat adalah:

  1. Br. 75 (koleksi Brandes): terdiri dari tiga jilid; 18 x 21 cm; bentuk puisi. Hasil salinan Penghulu Abdul Qohar dari karya Mangunreja tertanggal 28 Julhijah 1276 H., tebal 1007 halaman. Ringkasannya (Br. 75 A) dikerjakan oleh Abdul Qohar setebal 167 halaman berbentuk prosa. Permulaannya memaparkan silsilah Nabi Muhammad sampai Ki Gede Krawang, disusul silsilah raja-rajah Pajajaran sampai Pangeran Cakrabuwana yang bersama adiknya Rarasantang meninggalkan istana mencari guru agama Islam. Rarasantang yang kemudia menjadi permaisuri Mesir begelar Syarifah Muda’in melahirkan Syarif Hidayatullah yang kemudian menjadi Sunan Gunungjati. Penutupnya menceriterakan Pangeran Kemuning minta ijin Sunan Gunungjati hendak menaklukkan kerajaan Pajang, akan tetap tidak diijinkan.
  2. Br. 36, karya Ki Murtasiyah bertanggal 16 Maret 1877 huruf Pegon, puisi. Diterbitkan oleh Dr. J. Brandes (VBG LIX, 1914.) Isinya hampir sama dengan Br. 75 namun lebih luas karena sudah mencakup jaman VOC sekitar tahun 1677. Dalam naskah ini jelas diungkapkan bahwa tokoh Sunan Gununjati bukanlah Fatahillah. Jadi bertentangan dengan disertasi Prof. Dr. Husein Djajadiningrat, yang menyimpulkan bahwa Sunan Gunungjati dan Fatahillah adalah dua nama untuk satu tokoh (Proefschrift, Leiden 1913, h. 87)
  3. Br. 107: huruf Pegon, puisi. Isinya dimulai dengan kepergian Welangsungsang dari istana Pajajaran sampai ia kembali ke Jawa. Naskah ini anonim.
  4. Br. 498: 236 halaman, huruf Jawa, ditulis kembali 27 Jimawal (?). Sudah dibuat transliterasinya. Akan tetapi mungkin disalin dari naskah yang sudah terlalu rusak. Bagi terakhir menggambarkan pertempuran antara pasukan Cirebon dengan pasukan Galuh.
  5. BG (Bataviaasch Genootschap) 545 : 314 halaman, huruf Pegon, ditulis oleh Midehal pada hari Rabu 4 Ruwah (?) tahun Alip. Isi: Rarasantang yang menjadi permaisuri Mesir melahirkan dua orang anak. Yang tua, yakin Syarif Hidayahtullah tidak mau menjadi raja. Bersama ibunya ia kembali ke Jawa dan akhirnya menjadi pemimpin para wali bergelar Sunan Jati Purba atau Sunan Gunungjati.
  6. BG. 546 : 162 halaman hasil transkripsi dari BG. 545 yang dikerjakan oleh Somawisastra pada tanggal 23 tahun 1904.
  7. BG. 462 : 99 halaman, huruf latin. Isinya dimulai dengan kisah perjalanan Maulana Hasanuddin di Banten beserta tiga orang putranya, menemui para pendeta Buddha serta pengislaman Pajajaran oleh Sunan Gunungjati. Di Pajajaran Sunan Gunungjati kawin dengan Nyai Gede ing Tepas dan beranak Pangeran Pasarea. Pangeran Pasarean beranak empat orang. Tiga di antaranya diserahkan kepada Sultan Demak, sedangkan yang seorang diasuh oleh Sunan Gunungjati.
  8. BG. 470 : 178 halaman, huruf Jawa, tidak diketahui penulisnya. Isinya dimulai dengan menceriterakan pertemuan antara Susuhunan Jati dengan Seh Mahdum. Yang pertama ingin berguru, akan tetapi Seh Mahdum menyatakan tidak sanggup, bahkan berbalik minta diajar. Bagian terakhir telah menceriterakan timbulnya pertentangan antara Sultan Banten dengan Kumpeni Belanda.
  9. CS (Cohen Stuart) 93 : 360 halaman, huruf Jawa, berbentuk puisi. Ditulis oleh Mas Prawira Arya pada tahun 1869. Isinya menceriterakan kehidupan Sunan Gunungjati beserta para wali di Cirebon.
  10. CS. 105 : 182 halaman, huruf Jawa prosa, merupakan saduran dari koleksi K. F. Holle, yang berhutuf Pegon dan berbentuk puisi. Dikerjakan oleh R. M. Samsi pada tahun 1869. Isinya bermacam-macam. Dari halam 1 – 34: Sejarah Banten (Pucuk Umun); h. 35 – 44; Sejarah Banten sesudah jaman Islam; h. 115 – 116: Sejarah Rasulullah; h. 117: Sejarah Nurullah (Sunan Gunungjati); h. 118: Sejarah Ahmad abdul Arifin: h. 120 – 152: Sejarah atau asal-usul Sunan Gunungjati; h. 156 dan seterusnya: Sejarah para nabi sejak Nabi Adam a.s.
  11. Br. 255: Silsilah Kesultanan Cirebon sejak Nabi Adam sampai Sultan Kamaruddin III.

(Bersambung)

One thought on “Babad Cirebon-Pendahuluan: Naskah-Naskah di Museum Pusat

Leave a comment